Rabu, 19 Juni 2013

Memaknai Sedih

Mata tampak sayu. Wajah meredup. Bergejolak rasa dalam dada. Tangis yang tak lagi bisa ditahan. Segenap rasa tumpah ruah. Itulah kiranya ungkapan hati yang tengah dilanda duka.
Sedih, kata ini mengingatkan kita pada berbagai hal tak diinginkan atau jauhnya jarak harapan dan kenyataan, ditambah rasa menyakitkan. Kehilangan suatu hal yang berharga, turut mengantarkan kita pada kesedihan.
Kita berharap jika datang rasa sedih, ia akan mengantar pada kebaikan. Utsman ra. berkata:
"Kesedihan dalam urusan dunia dapat menggelapkan hati. Kesedihan dalam urusan akhirat bisa menerangi hati."
Malu rasanya diri ini membaca dua pesan itu. Selama ini sedihku lebih menurut selera nafsu. Duka terasa kala tak mendapat cita yang sementara. Jauhnya jarak dengan surga, kadang tak dirasa. Sehingga sedih itu terasa perih, bak luka semakin menganga.
Sedihku, masih sering berdiam dalam kata dan amal nyata. Saat banyak orang berlomba dalam ketaatan, aku jauh ketinggalan. Saat aku menyusuri terjalnya jalanan, sedihku muncul dipermukaan.
Bukan sebab terbeloknya niat dan tujuan. Bukan pula sebab melangkah "pas-pasan." Betapa sering ia muncul sebab kebodohan. Kecewa dengan kawan, tak mendapat hasil yang diharapkan. Sedihku, memalukan dan memilukan. Sedihku sungguh menyedihkan.

1 komentar:

Buletin Nah! mengatakan...

Semoga barokah tulisannya. Ada kebaikan yang tertular dan menjangkit akut di jiwa pembaca. Nah !