Senin, 22 Juli 2013

Mimbar Masjid

putrakurniaillahi.indonetwork.co.id
Sampai hari ini nyaris saya tak pernah benar-benar menyimak kuliah subuh di masjid. Bukan berarti saya sama sekali tak datang ke masjid untuk sholat subuh berjama’ah. Bukan. Namun matsaya selalu saja terkantuk-kantuk saat lepas sholat subuh. Hingga hanya sedikit saja dari 7-10 menit isi kultum yang dapat disimak dengan baik.
Romadhon telah memasuki pertengahan bulan. Ini berarti tak lama lagi bulan yang selalu dirindukan kehadirannya akan segera usai. Dan keberadaan kultum pasca sholat subuh dan sholat isya, memang diharapkan dapat memberikan asupan gizi ruhani yang berarti bagi para jama’ah. Sehingga setelah usai Bulan Romadhon kapasitas keilmuan serta kualitas dan kuantitas amal dari para jam’ah semakin bertambah.
Sesekali saya coba menyimak beberapa hal yang disampaikan. Entah mengapa tak sedikit dari penyampaian para penceramah itu masih perlu dikemas lebih menarik lagi, dan juga tentu menimbang bobot materi yang tepat. Berkaitan dengan materi yang disampaikan, masih ada catatan penting yang menjadi perhatian saya. Yakni beberapa orang penceramah masih belum begitu memperhatikan soal penggunaan dalil dari Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan pernah saya temukan ada yang menyampaikan seruan bercampur dengan keluhan pribadi tentang kondisi masjid (maaf ini pendapat subyektif saya).

Kenyataan semacam ini semestinya perlu menjadi perhatian bagi kita selaku umat Islam. Bahwa hari ini kebutuhan akan da’i sangatlah mendesak. Yakni para dai yang memiliki kualitas keilmuan dan amal yang baik. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan. Sebab jika kultum itu tidak disampaikan dengan penuh nilai keilmuan, maka mengharap bertambahnya pemahaman agama para jama’ah tak ayal seperti menegakkan benang basah.   

Senin, 15 Juli 2013

Tangisan yang Hilang

Tak jarang dalam perjalanan aku sesat larut dalam sebuah perenungan. Mungkin karena hanya sesaat ia tak begitu melekat. Mudah lenyap hilang tak berbekas. Dalam perenungan singkat itu pula tak jarang ada butiran air jatuh dari pelupuk mataku. Entah mengapa, kurasakan bahwa setiap perjalanan adalah salah satu waktu yang berharga untuk menyemai makna dibalik peristiwa.
Melihat fenomena jalanan menghadirkan kesan tersendiri buatku. Cara ini sedang kuusahakan menjadi bagian penting dalam prosesku untuk berpikir jernih. Merenungi setiap perjalanan dan mencoba mengais makna yang terkandung di dalamnya. Perenungan ini semoga menjadi sarana introspeksi agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
 Namun akhir-akhir ini betapa berbedanya. Di perjalanan aku mulai jarang merenungi suatu hal. Biasanya ketika bersepeda motor aku berpikir suatu hal kemudian sejenak kurenungkan. Tapi akhir-akhir ini sungguh berbeda. Apa karena lelahnya badan? Ah, kurasa bukan.
Melalui tulisan inilah kesadaran akan hilangnya perenungan di perejalanan itu terasa. Di samping itu ada satu hal yang benar-benar terasa hilang pada diriku, yakni air mataku yang mengering pada setiap kesalahanku. Ketika aku tau bahwa diriku bersalah, ia hanya menjadi sekedar pemberitahuan saja. Belum terasa kesadaran untuk berbenah. Ingin berubah namun usaha masih payah.

souce: eramuslim.com
Di bulan Ramadhan ini kurindukan air mata mengalir di wajahku. Air mata yang dengannya aku berharap dapat menghapus dosa-dosa yang jumlahnya tak terkira. Air mata sebagai penggugah jiwa yang alpa. Air mata para hamba yang merindukan surga dan takut akan neraka. Air mata insan lemah tak berdaya tanpa pertolongan Tuhannya. Tangis yang hilang mari kembali pulang. Tak jemu kutunggu dirimu datang.  

Ideku Mampet?

source: sindotrijaya.com
Kemandegan dalam menuliskan suatu hal bukan barang baru lagi buatku. Saat kutuliskan satu ide baru tiba-tiba ia terhenti begitu saja. Atau di lain kesempatan aku bersemangat menulis suatu ide yang menurutku menarik. Namun sayang beribu sayang, baru jadi satu paragraph pendek ia terhenti. Awalnya dengan maksud istirahat sebentar, eh tak taunya terlupakan. Tak lagi disentuh. Saat membacanya lagi ide itu menjadi basi atau tak ada lagi keinginan melanjutkannya.
Harus kuakui bahwa menulis awalnya adalah proses yang membosankan buatku. Dahulu kegiatan menulis buatku hanya sebatas kegiatan formal di bangku sekolah. Ia hanya berupa catatan pelajaran yang diterangkan oleh para guru. Tak lebih dari itu.
Seiring berjalannya waktu perlahan cara pandangku mulai bergeser. Puncak pergeseran itu terasa betul ketika masa akhir belajar di Perguruan Tinggi. Ada syarat wajib harus dilengkapi untuk menuntaskan masa studi. Menulis skripsi. Aku yang tak begitu akrab dengan dunia baca tulis harus berjuang untuk menjalani prose itu. Maka demi kelancaran proses pengerjaan skripsi itulah aku harus mulai membiasakan diri menulis. Entah apapun temanya yang penting aku belajar menulis.
Sampai saat ini aku masih belum benar-benar mampu untuk memberikan alasan yang kuat mengapa aku menulis. Beberapa kali menyimak perbincangan tentang kepenulisan kupahami bahwa sebenarnya menulis bukan soal tekniknya saja. Bukan soal banyak sedikitnya tulisan yang dihasilkan. Bukan itu! Ada hal besar harus diutamakan. Niat menulis. Ia menjadi hal terpenting yang harus diperhatikan. Ketika niat sudah benar maka hal-hal teknis lainnya akan dapat diatasi.
Ketika niat telah kita benahi maka tinggallah kita mencoba merangkai setiap inspirasi. Kadang inspirasi ini menjadi alasan untuk menutupi bahwa diri kita masih sangat terpengaruh mood. Begitu juga diriku, kemalasan itu kadang kututupi dengan alasan tak ada inspirasi. Tak ada inspirasi maka tak ada tulisan yang bisa dihasilkan ideku mampet. Tak bisa mengalir.
Sebuah pelajaran menarik kudapatkan dari buku berjudul “Dunia Kata.” Buku ini sarat akan makna. Di dalamnya kutemukan banyak pesan berharga dalam kaitannya dengan dunia tulis-menulis.  Untuk menjadikan jiwa lebih inspiratif, menurut ustadz Fauzil Adhim (penulis bukunya) adalah dengan mencapai suatu kondisi yang disebut flow. Kondisi ini dapat dicapai ketika ada keterlibatan psikologis yang sangat kuat. Flow adalah keadaan ketika seseorang sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakannya, perhatiannya hanya terfokus ke pekerjaan itu, kesadaran menyatu dengan tindakan. (Dunia Kata : 78)

Perlahan aku mencoba untuk memahami makna dari flow itu sendiri. Dalam memahami flow kudapatkan satu kata kunci yakni keterlibatan secara psikologis. Menuliskan suatu hal akan terasa mudah dan mengalir ketika jiwa kita terlibat penuh di dalamnya. Kita memahami sebuah permasalahan penting untuk dituliskan, kemudian sepenuh kesadaran jiwa kita tergerak secara fokus untuk dapat menuliskan permasalahan itu.  

Aku dan Mimpiku

source: dakwatuna.com
Aku dan mimpiku, masih jauh panggang dari api
kupunya sederet cita nan tinggi
namun daya dan upayaku berjarak bagai langit dan bumi

Aku dan mimpiku terbang dalam angan
bak layang-layang terputus dari talinya
jatuh pada tempat yang sulit ditentukan
apakah tersangkut di pepohonan, hinggap di atap perumahan
atau bahkan jatuh dalam kubangan

Aku dan mimpiku kan kutata lagi
menata hati agar niat tak terkotori
melapang dada agar tiada sesal atas ketetapan Ilahi
menyulut semangat agar tak padam kala badai menerjang

Rabu, 10 Juli 2013

Lanjut Studi?

source: kabarnesia.com
… "bagi mereka yang berharap memperoleh perbaikan karier dan kehidupan secara otomatis dengan sekolah lagi, bersiap-siaplah kecewa".
(Rene Suhardono)

Sampai akhir bulan ini, aku masih terus menanti. Sebuah takdir tentang apa yang menjadi harapanku belum lama ini. Harapan yang lahir insyaAlloh dari sebuah niat untuk dapat berkontribusi lebih baik. Berkontribusi bagi kehidupan banyak orang juga untuk mampu menjaga diri dari sikap meminta kepada sesama (baca: mengais rizki).
Hari ini terasa aku ingin kembali berbagi “uneg-uneg” dalam pikirku. Tentang kelanjutan studi. Bahwa semestinya ada alasan besar melekat pada diriku untuk kembali mengenyam pendidikan formal. Harus kuakui bahwa aku mengalami kebosanan luar biasa saat tak ada aktivitas berarti yang kulakukan, juga saat pikiranku menganggur. Sungguh teramat membosankan.
Tiga hari yang lalu, satu proses kujalani untuk melanjutkan studi. Syarat yang diajukan untuk meraih beasiswa pascasarjana di almamaterku belum seluruhnya terpenuhi. Sehingga aku hanya berharap hasil tes yang ku tempuh kemarin sabtu dapat menutupi kekurangannya. Pun jika ternyata hasilnya tak sesuai yang ku harapkan, aku hanya berharap kebaikan atas ketetapan-Nya. Dalam penantian ini aku hanya mampu berserah pada-Nya. Sebab ikhtiar telah kujalani, tinggal menunggu jawaban atas takdir-Nya.
Pun jika harapanku terpenuhi, tidak cukup di situ saja. Membaca kutipan yang kutulis ini ada hal terpenting yang harus senantiasa ku perbaiki. Adalah soal niat mengapa aku mencoba melanjutkan studi. Ya adalah niat menentukan kualitas seorang hamba dalam menjalani setiap amalnya. 

Selasa, 09 Juli 2013

Jejaring Sosial di Ponsel Pintar

Hidup terasa semakin mudah. Inilah satu hal yang ku rasakan seiring berkembangnya teknologi. Dari masa ke masa hadirnya teknologi sering membawa solusi yang berarti. Salah satunya adalah alat komunikasi. Dulu, komunikasi jarak jauh begitu sulitnya, begitu lama. Namun saat ini seraingkaian kesulitan itu semakin lama semakin pudar. Jauhnya jarak tak lagi terasa menjadi dinding pembatas komunikasi bukan hanya lintas kota, namun lintas Negara.
Masih teringat betul dalam ingatanku sebuah alat komunikasi bernama HP. Pertama kali aku melihatnya sejak kelas 1 SMP. Tampilannya pun masih cenderung seragam dengan layar dua warna. Fasilitas yang termuat di dalamnya pun masih sederhana tidak se kompleks sekarang. Cara berkomunikasi saat itu tampak begitu mudah dengan 2 cara: telepon dan SMS.
Seiring berjalannya waktu fasilitas yang tersedia dalam HP kian kompleks. Mulai dari kamere, MP3 player, dan layanan akses internet. Dan hingga saat ini kita kenal ponsel yang tak lagi asing yang mengusung konsep smart phone. Ponsel dengan fasilitas yang lebih kompleks, dan menariknya lagi tersedia applikasi beragam jejaring sosial. Mulai dari jejaring sosial yang sudah sangat popular seperti facebook dan twitter, hingga applikasi khusus yang hanya bisa dipakai di ponsel pintar dengan fungsi hampir mirip dengan jejaring sosial semacam facebook dan twitter.
Harus kuakui bahwa kemudahan berkomunikasi dengan smart phone ini begitu mengasyikkan. Beberapa aplikasi bisa dipakai untuk chatting baik secara personal maupun dalam grup. Kemudahaan semacam ini kuanggap sebagai suatu hal positif untuk menjaga komunikasi ke beberapa orang yang ku kenal.

Berkirim foto, link website, dan konten sederhana seperti emotion tersedia dalam beberapa aplikasi pada smart phone. Tak heran jika pesan yang dulu hanya bisa ku baca hanya pada tulisan di SMS, sekarang berasa semakin menarik sebab tambahan emotion, gambar dan sebagainya. Namun dibalik itu semua secara pribadi ada hal yang ku resahkan. Kemudahan dan keasyikan itu membuatku khawatir terjatuh pada hal yang tak semestinya dialami. Membaca pesan dan gambar tak menutup kemungkinan memunculkan persepsi yang berlebihan atas apa yang dimaksudkan oleh pengirim/penerima pesan. Sementara cukup sekian….

Senyuman Nyaris Pudar

Senyum kecil, menatap senyuman itu penuh arti. Senyum kecil penuh ketulusan, jauh dari kepura-puraan. Melihatnya seolah menyiratkan pesan tuk selalu tegar pada berbagai macam persoalan. Senyum kecil menjadi sesuatu yang dinanti pengobat lelah, peredam amarah.
Senyum tanpa kepalsuan itu, banyak ku jumpai saat bertemu adik-adik di kampungku ketika mengaji di sore hari. Suasana semacam ini saat ini sulit kutemui, dimana anak-anak bertemu dengan teman sebayanya penuh keakraban di luar lingkungan pendidikan formal (baca: sekolah). 
Besarnya rasa ingin tau, sesekali membuat adik-adik itu tak sungkan bertanya tentang sesuatu yang tak mereka ketahui. Pertanyaan mereka kadang di luar dugaan. Tak jarang akal ini pusing untuk memberikan jawaban yang benar dan tepat.
Melihat dunia anak memang unik. Setiap fase pertumbuhannya menjadi suatu pelajaran menarik. Salah satunya mengenali bagaimana mereka tersenyum. Senyum yang tulus, menyejukkan. Inilah satu hal yang membuat rasa lelahku sekejap hilang saat berjumpa mereka, sore hari mengaji di masjid.
Pekan terakhir di bulan Juni, buatku terasa menyesakkan. Bagaimana tidak? Sebulan sebelumnya, aku dan teman-temanku selaku pengurus TPA di masjid, telah mengumumkan bahwa Ahad 30 Juni 2013, akan diadakan wisata TPA. Mendengar berita itu saja para santri sudah sedemikian antusiasnya. Tak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa diantara mereka ada yang tak bisa mengikuti kegiatan tersebut. Namun bagi mereka yang berkesempatan untuk mengikutinya, tentu berbeda. 
Riangnya hati sudah terasa pada setiap harinya. "Aku pengen segera berangkat!" Boleh jadi kalimat itu terucap di dalam hati beberapa orang santri. Dan untuk kegiatan wisata ini, kami selaku pengurus TPA harus benar-benar menyiapkan dengan baik. Mulai dari tujuan wisata, transportasi, pembiayaan dan juga acara pelengkap dalam kegiatan wisata tersebut.
Hasil rapat memutuskan tentang beberapa hal dengan jelas. Perncanaan yang menurutku sudah cukup baik. Rapat koordinasi kami adakan secara terencana dengan poin pembahasan yang jelas. Hanya saja, ada satu hal penting terabaikan. Soal transportasi.
Moda transportasi untuk mengangkut sebanyak 50 anak dan beberapa diantaranya didampingi oleh orang tuanya. Tak akan mampu ditampung dengan baik kecuali menggunakan bus. Memakai bus agar perjalanan lebih efektif dan efisien, meski memakai mobil pun bisa. Namun, mau pinjam mobil berapa? Tentu untuk kegiatan wisata pada umumnya moda transportasi yang digunakan adalah bus. 
Permasalahan inilah yang sering terlewatkan pada pembahasan rapat. Transportasi untuk sampai ke lokasi tujuan terabaikan.Terasa benar kesulitan itu untuk mencari bus yang bersedia disewa pada sepekan sebelum perjalanan wisata. Kucoba mencari informasi lewat berbagai media, tak satu pun kudapati bus yang bisa disewa. Hingga pada suatu malam kutitipkan pesan pada seorang pengurus takmir masjid kami. Aku meminta tolong untuk dicarikan kontak orang-orang yang biasa menyewakan bus. Dan alhamdulillah atas ketetapan-Nya ada juga 3 bus yang bisa kami sewa.Kekhawatiranku begitu besar, jika nantinya tak ada bus yang bisa kami sewa. Kekhawatiranku begitu besar, karena jika tak mendapat bus maka perjalanan wisata ini akan dibatalkan. Kekhawatiranku begitu besar, jika sampai para santri terkecewakan, maka aku telah mereampas satu harapan mereka bercanda akrab dengan sesama teman mengaji, menatap kebesaran Ilahi.