Kamis, 26 September 2013

Apa Makna Umur Bertambah?

Dua hari yang lalu, duka berselimut di sebuah rumah yang tak jauh dari tempat saya tinggal. Seorang bapak berumur setengah abad lebih 5 tahun dipanggil-Nya. Saat ini di keluarga tersebut tinggallah seorang ibu dengan dua orang anak perempuannya. Anak pertama sedang beranjak dewasa, anak kedua sedang di tahun terakhir mengenyam pendidikan sekolah dasar.
Soal maut adalah murni rahasia Ilahi. Tak bisa diprediksi kapan dia datang menghampiri. Tak bisa diminta maju atau mundur waktu kedatangannya. Kapanpun, dimanapun petugasnya bernama Izrail siap menjalankan tugasnya, mencabut nyawa. Maka rahasia besar ini menimbulkan beragam pertanyaan penting dalam menjalani kehidupan.
Ada kematian dan kehidupan yang dicipta-Nya, telah dijelaskan bahwa keduanya diciptakan untuk menguji manusia mana yang paling baik amalnya. Dalam benak saya ada sebuah pertanyaan penting untuk di jawab. Dalam keadaan seperti apakah kelak hidup saya berakhir? Bukan soal dimana dan kapan, namun saya lebih menyoal kondisi terakhir itu seperti apa. Apakah berakhir dengan baik atau sebaliknya.
Every time, every where. Kehidupan di dunia yang sedang kita jalani dapat berakhir. Maka dengan mengingat maut akan datang tanpa bisa diduga ini dapat menjadi salah satu rem dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Bertambahnya umur berarti semakin dekat jarak pada liang kubur. Bertambahnya umur, tentu tak perlu diadakan sebuah perayaan. Dan hari ini kita jumpai banyak hal aneh dianggap wajar berkaitan dengan perayaan bertambahnya umur (saat ini lebih dikenal dengan perayaan ulang tahun).
Sungguh keanehan ini sudah mendapat apresiasi berlebihan di sekitar kita. Bahwa beberapa orang menganggap perayaan bertambahnya umur adalah satu momen special, yang dengannya perlu disambut dengan special juga. Ada yang mengadakan pesta, si korban (orang yang bertambah umur) di siram air dan sebagainya. Bukankah ini sebuah penyimpangan tradisi? Apa makna perayaan semacam itu?
source: My Pict
Siang ini saya jumpai seorang mahasiswa beramai-ramai di kerumuni temannya. Entah dalam hatinya rela atau tidak, namun saya pribadi miris melihat dirinya dimandikan di selokan depan gedung kuliahnya. Jumlah teman yang “ngerjain” dirinya tampak lebih dari 10 orang. Dan sekali lagi buat saya ini menyedihkan. Cobalah bayangkan jika pada saat yang bersamaan mahasiswa yang bertambah umur itu habis jatah hidupnya! Siapa yang mau bertanggung jawab? Secara otomatis aktivitas sia-sia tersebut akan diduga menjadi penyebabnya. Jadi, tradisi semacam ini masih pantaskah terus dilakukan?
Mari bertanya pada diri kita sendiri tentang manfaat dari perayaan bertambahnya umur! Benarkah perayaan semacam itu dapat menjadi jalan kebaikan untuk kehidupan kita selanjutnya? Pantaskah hal buruk ini tumbuh berkembang di sekitar kita?

Rabu, 18 September 2013

Sebuah Protes

Untuk ke sekian kalinya saya temukan lagi spanduk semacam ini. Spanduk iklan tentang sebuah even di klub malam. Saya lihat iklan ini di tempat yang sama seperti dulu pernah saya melihatnya. Di perempatan bulak sumur. Di sebelah barat dan selatannya taka sing adalah gedung milik universitas ternama di negri ini. Seringkali orang menyebutnya Kampus Biru atau Kampus Kerakyatan (tapi tetap lebih nyaman disebut UGM).
source: My Pict
Ribuan anak muda dari berbagai penjuru bumi Indonesia setiap tahunnya memasuki kampus ini. Tak dapat dipungkiri bahwa UGM tetap terpandang di negri ini. Sudah banyak tokoh di negri ini yang dahulu pernah mengenyam pendidikan di UGM. Maka peran kampus ini di kancah pembangunan bangsa dan Negara tidaklah diragukan. Jika tidak berlebihan maka saya ingin menyebut bahwa di kampus ini termasuk tempat pembentukkan kader pemimpin bangsa.
Penerus perjuangan bangsa yang dibina dengan khazanah ilmu, tentu menjadi tonggak harapan bagi jutaan orang yang tidak berkesmpatan mengenyam pendidikan tinggi.  Jangankan mengenyam pendidikan tinggi, untuk dapat merasakan sesuap nasi saja, masih banyak orang di negri ini yang tidak bisa merasakan nikmatnya.  Jadi, julukan “The Agen of Change” bagi mahasiswa itu harus bisa ditampakkan oleh mereka. Satu diantara hal untuk menunjukkannya adalah sikap peduli.
Berkaitan dengan spanduk yang terpajang dalam tulisan ini bertanyalah saya dalam hati (meskipun saya sendiri belum bisa berbuat apa-apa) kemana para aktivis kampus penentang degradasi moral bangsa ini? Jika sudah kesekian kalinya spanduk ini terpasang di kampus kenamaan ini, kenapa tidak ada aksi turun ke jalan memprotes ulah para kapitalis hiburan malam? Bukankah perlawanan terhadap kapitalis hedon ini juga bagian dari perjuangan?
Saya sangat meyakini bahwa setiap harinya ada ribuan orang melintas kea rah timur perempatan ini. Ya, arah dimana spanduk itu terpampang. Ya, arah itu adalah salah satu jalan penghubung ke kampus lain, juga jalan menuju ke perkampungan dimana banyak terdapat kos-kosan. Jika demikian, siapa diharap datang di acara hura-hura pemuja hedonism? Haruskah kita diam? Patutkah kita acuh?
Mari kita jawab!

Jumat, 13 September 2013

Anak-anak (di) Facebook


Betapa saya terhentak siang ini. Zaman sudah terlampau jauh berubah. Ada begitu banyak perkembangan yang seringkali tidak saya ketahui. Kenyeataan ini sungguh menghadirkan beragam tanya. Salah satu pertanyaan sederhana yang saya ajukan adalah: “Kalau sekarang seperti ini, 10-20 tahun lagi seperti apa?”
Pertanyaan ini menjadi bagian dari keresahan saya kala membuka beranda facebook saya. Sebenarnya tak jarang saya merasa resah saat mengamati lika-liku di dunia maya. Hanya saja kali ini sungguh sangat berbeda. Biasanya satu diantara hal yang membuat saya merasa kesal adalah ungkapan “cinta monyet” dari adik-adik yang masih duduk di bangku SMP. (SMP sudah punya facebook? à yang benar saja, 10 tahun yang lalu pengguna email saja masih sangat sedikit seukuran usia SMP)
Yah, tapi inilah kenyataan hari ini. Ia tak bias dipungkiri dan tak akan berubah hanya dengan berdiam diri. Ia semakin keruh saat lebih banyak orang menggerutui dan mencaci maki, ini sama sekali tidak memberikan solusi. Lalu sebaiknya bagaimana? Apa yang harus kita lakukan?
Source: ictwatch.com
Baiklah, ijinkan saya sampaikan satu keresahan baru saya hari ini (13/09/2013). Di Facebook, saya telah mengkonfirmasi pertemanan dengan beberapa orang yang masih berumur “teenager” (lebih tepat dibaca anak SD). Alasannya sederhana saja, dengan konfirmasi pertemanan ini saya berharap bisa mengetahui perkembangan mereka di dunia maya. Perkembangan anak-anak ini menurut saya menarik untuk diketahui, sebab toh jika berumur panjang kelak juga saya akan menjadi orangtua, insyaAlloh. Mempelajari perkembangan anak, sekaligus mengasah kepekaan kita terhadap dunia anak beserta dinamikanya. Sehingga sedikit banyak ini akan menjadi modal kelak ketika hidup berumah tangga.
Salah seorang “teenager” (selanjutnya dibaca Anak SD), siang ini saya temukan update status soal cinta-cintaan. Dan buat saya ini sungguh sangat mengkahwatirkan. 12 tahun yang lalu, teenager kebanyakan mengungkapkan cinta monyetnya sangat halus dan rahasia. Setau saya sih, baru sekedar merasa tersipu malu (ini seolah menjadi dasar teman-temannya untuk membuktikan ada rasa suka antara si A dan si B) saat “dipacokake” (semacam dijodoh-jodohkan).
Kenyataannya sekarang jauh berbeda. Facebook, bagi anak-anak itu kok ada oknum yang menjadikannya tempat curhat tentang cinta. Meski hanya sebaris kata. Kalau menjadi terbiasa dan rutin, apa jadinya? Mari kita lakukan sebuah upaya solutif untuk menyikapi fenomena ini. Mereka adalah aset bangsa. Saat mereka dewasa, mereka pun akan tampil secara langsung maupun tidak langsung di hadapan anak-anak kita. Patutkah sekarang kita hanya berdiam diri saja kepada adik-adik kita?

Kamis, 12 September 2013

Bulan Oemar Bakri

source: Wikipedia
Bulan ini akan dapat kita jumpai sebuah kompetisi di berbagai instansi negri. Begitu banyak instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah yang membuka kesempatan bagi putra-putri bangsa untuk bekerja di sana. Penawaran ini tentu menjadi angin segar bagi sebagian orang yang ingin bekerja pada instansi pemerintah (baca: jadi PNS).
Perbincangan mengenai seleksi CPNS bulan-bulan ini menjadi salah satu menu utama bagi mereka yang berminat mengikutinya. Beragam persiapan tentu harus dilakukan agar pantas menjadi peserta yang dinyatakan lolos seleksi. Jumlah peserta seleksi CPNS tahun ini diperkirakan mencapai 1,3 juta
Fenomena ini bagitu menarik. Pada Tahun 2012 OECD (Organisation for Economic Co-operation Development), menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi Negara yang memiliki jumlah sarjana muda terbesar kelima di dunia. Diperkirakan hal ini akan terjadi selambatnya pada Tahun 2020. (baca di merdeka.com)
Prediksi keluaran OECD itu menjadi salah satu tantangan pembangunan yang harus di jawab. Menurut saya pertanyaan ini penting untuk dijwab "Apa kontribusi bagi bangsa dan negara dibalik meningkatnya jumlah sarjana?" Secara khusus pertanyaan ini seringkali terngiang dalam benak saya. Setelah mendekati 2 tahun lulus dari bangku kuliah, pertanyaan itu belum juga terjawab.
Banyaknya kesempatan untuk bekerja pada instansi pemerintah ini menjadi salah satu pilihan untuk saya jalani. Ada sebongkah harapan yang ingin saya wujudkan. Bahwa jika saya ditakdirkan diterima di salah satu instansi negera ini, saya ingin berkontribusi untuk membangun negri. 
Dunia kerja memberikan tantangan besar bagi saya untuk menerapkan idealisme yang telah saya bangun bersama teman-teman semasa sekolah dan kuliah. Dahulu kami belajar tentang integritas mungkin masih sebatas pengetahuan yang dibumbui dengan sekelumit pengamalan. Dahulu kami belajar tentang loyalitas pada prisip dan nilai-nilai perjuangan, maka di dunia kerja kesetiaan itu akan diuji dengan berbagai benturan terhadap keduanya.