Selasa, 02 Desember 2014

Dasar Mencintai

"Cinta bukan karena keindahan yang tampak di mata tetapi karena yang menyatukan hati dan jiwa."

Jika yang dipandang adalah eloknya paras, maka sudah pasti ia akan pudar seiring berjalannya waktu. Jika yang dilihat adalah mengenai kedudukan, maka yakinlah ia dengan mudah akan lenyap begitu saja sesuai kehendak-Nya Yang Maha Kuasa. Jika yang dilihat adalah karena garis keturunan tak lebih akan mengantarkan pada kehinaan. Maka semestinya tak ada pilihan kecuali berlandaskan iman!
Buah dari iman itu yang nampak pada eloknya perilaku kepada Tuhannya juga kepada seluruh ciptaan-Nya. Bersama iman yakinlah segalanya akan berlimpah keberkahan. Maka sekali lagi kuatkanlah bahwa soal iman adalah yang pertama dan utama. selebihnya hanya tambahan saja. Yakinlah bahwa tiada mungkin hati dan jiwa bersatu dengan cahaya cinta-Nya kecuali dengan iman.
Cinta kepada makhuk adalah demi taat kepada-Nya. Berharaplah agar cintamu kepada-Nya teramat sangat. Tiada sesuatu pun menyamai apalagi mengungguli.

Minggu, 02 November 2014

Merenungi 3 Pesan

Saat membaca sebuah buku tentang nasihat-nasihat ini, saya temukan satu pesan yang malam ini penting untuk direnungkan. Meskipun saat ini masih belum benar-benar saya pahami tetnang kedalaman makna yang terkandung di dalamnya. Ingin saya tuliskan sebagai pengingat secara pribadi, dan bagi siapa pun yang membaca semoga bisa memberi manfaat. Dalam kitab Nashaihul Ibad, dituliskan sebuah ungkapan dari Yahya bin Mu'adz, ia berkata:
1. Barang siapa dapat melepas dunia seluruhya, maka ia telah mengambil akhirat seluruhnya
2. Barang siapa mengambil dunia seluruhnya, berrarti ia telah melepaskan akhirat seluruhnya.
3. Mencintai akhirat menjadi sebab melepaskan dunia: tidak menyukai dunia menjadi sebab mencintai akhirat.

Ketiga perkataan Yahya bin Mu''adz itu menjadi tak jarang menjadi keresan tersendiri buat saya ketika merenungkannya. Jika ditanya tentang orientasi amal "apakah seluruh amalmu telah tertuju pada besarnya harap mendapat sebaik-baik balasan di akhirat? Apakah amalmu telah kau persembahkan demi meraih keridhoan Alloh?"

Minggu, 28 September 2014

Empat Tahun Pasca Putih Abu-Abu

 Kuposting kembali, tulisan dari catatan Facebook, 3 tahun yang lalu.

Source: Mypict

Beberapa saat di hari ini kembali kurasakan suatu hal yang dulu pernah terjadi dan kini terulang lagi. Gundah bukanlah suatu hal yang indah, tapi ia muncul dari jiwa yang resah, meski kadang pada raut wajah tak ada tanda sedang gelisah. Sahabatku semua, sedikit tulisan ini kusampaikan kepadamu bahwa semoga hal ini tidak juga kalian alami. Semoga ini hanya sejenak lewat yang esok kan berganti,  tak hanya menjadi semangat yang berapi-api namun sebuah langkah pasti untuk mewujudkan mimpi.

Kalian dan aku telah lama berjalan bersama dalam sebuah medan laga. Dan secara pribadi diriku dengan segala keterbatasan ini telah banyak mendapat pelajaran dan hikmah dari kalian semua. Bagiku kalian adalah kumpulan sosok manusia yang turut menggoreskan tinta pada lembaran hidupku.  Hingga saat ini jika kuputar kembali memori di masa putih abu-abu, ada banyak hal yang membuatku malu, namun ada pula yang membuatku terharu.

Tujuh tahun yang lalu kita bersama menuntut ilmu. Di satu sekolah yang berada tepat di sebelah timur lapangan Karangwaru. Dan tentu kita masih ingat bahwa ada satu wadah yang membuat kita banyak belajar bukan dari masalah akademis. Yah, dari Rohis! Kita dilatih untuk selalu bergerak dinamis dan melangkah dengan optimis. Meski ada yang menyebut seolah tampak seperti ekstrimis tapi opini seperti itu dapat kita tepis. Karna senyuman manis sering kita sampaikan kepada teman kita, guru, dan seluruh lingkungan sekolah kita. Ini adalah sebuah realita.

Dari sejarah di masa lalu kiranya tak pantas jika hanya kita simpan dalam kenangan. Ia menjadi sesuatu yang tak berarti jika hanya disimpan dalam hati. Ia akan menjadi narasi yang abadi ketika ia diwarisi oleh setiap generasi. Generasi Robbani yang berjalan dengan wahyu Ilahi, penerus perjuangan para nabi.
Saat berada pada masa pertengahan, saat itu pula banyak hal besar yang telah kita kerjakan. Tak terbatas pada satu entitas tapi kita bekerja melayani satu komunitas yang luas. Dan dari berbagi macam hal yang telah kita kerjakan di sana ada banya proses yang mendewasakan. Perlahan sifat kekanak-kanakan mulai kita tinggalkan, besarnya ego kita singkirkan, beragam perbedaan kita rangkum dalam sebuah kebersamaan. Begitu indah bukan?

Saat tiba di penghujung masa belajar, masih juga kita menjadi sosok yang berbeda. Pekerjaan besar yang telah diwariskan, tidak begitu saja ditinggalkan. Kita tetap berjuang dengan cara yang berbeda dan berusaha melangkah sekuat tenaga. Pada akhirnya sampai digaris finish, kita dapat tersenyum lega bahwa semua berkahir dengan manis. Semua berucap syukur, dan satu yang kuingat saat seorang teman kita, yang saat itu adalah mantan panglima kembali melantunkan gema perjuangan yang telah terpatri dalam hati:
  “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Demikian sahabatku sedikit hal yang ingin kubagikan kepadamu. Semoga semua itu tidak hanya menjadi kenangan indah di masa lalu. Dan semoga perjuangan itu takkan beku seiring bejalanya waktu. Tidak begitu saja terputus, hingga nafas berhenti berhembus.


21 Sya’ban 1432H/23 Juli 2011

Sabtu, 27 September 2014

Secuil Bait Nusantara


source: My pict

Selamat malam Nusantara....
Ribuan pulau terbentang dari Sabang sampai Merauke
Kekayaan alam melimpah ruah
Tapi sayang tak terhitung berapa banyak yang terjarah
Entah oleh orang asing dengan maksud mengulang tingkah para penjajah
Atau warga pribumi berwatak serakah

Selamat malam Nusantara.....
Di hamparan daratanmu hidup berbagai macam suku dengan ragam bahasa
Ada beda sangat nyata dalam hal budaya
Namun pada akhirnya semua sepakat bersatu benjadi sebuah bangsa
Sekarang kita kenal namanya INDONESIA.

Selamat malam Nusantara....
Enam puluh sembilan tahun lalu engkau resmi merdeka
Menjadi sebuah negara yang sekali lagi kita kenal bernama  INDONESIA
Tak akan kami lupakan kalimat indah pada awal masa merdeka
“Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan di dorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini ke-mer-de-ka-an-nya”
Kini kami ingin belajar tentang bagaimana para pendiri bangsa ini berkarya
Memang benar bahwa beda zaman beda tantangannya
Namun para pahlawan bangsa ini adalah pejuang dengan cita nan mulia
Bukan demi sebuah citra di hadapan rakyat jelata

Kamis, 18 September 2014

Belajar dari Ibu #1

Source: http://islamic-style.al-habib.info
Sempatkanlah waktu meski sejenak untuk berbincang dengannya. Akankah kita lupa begitu saja pada masa dimana segenap panca indera ini belum sempurna bekerja. Ia mengajak kita berbicara dengan bahasa cinta. Bahasa cinta yang tak sekedar terucap lewat kata. Bahasa itu terasa begitu nyata. Ketulusan, kelembutan dan kasih sayang pada setiap anaknya. Itulah diantara bentuk cinta dari sosok yang akrab kita sapa sebagai Ibu.
Sebagai seorang anak secara pribadi saya yakin tidak hanyan satu dua kali berlaku salah kepadanya. Tapi betapa luar biasanya seorang ibu, ia begitu jarang meluapkan amarahnya. Sejauh ini saya rasakan bahwa ketika ia terlihat marah ternyata lebih kuat saya duga bahwa itu sebentuk luapan emosi. Bahkan ia bisa begitu saja lenyap tanpa menunggu hitungan hari. Dari hal ini saya yang bodoh ini belajar tentang bentuk nyata tentang mudahnya memberi maaf, dari seorang ibu.
Tulisan ini ingin saya jadikan sebagai awalan untuk berbagi tentang kesan saya terhadap pendidikan dari seorang ibu. Sebuah pengajaran yang bagi saya tak perlu banyak diucap lewat kata. Pelajaran nyata di depan mata. 
Tiada mampu dirasa setiap manusia melukiskan berjuta kasih dan sayangmu. Lakumu yang tak mungkin tertulis runtut dalam catatan anakmu. Namun Tuhanku dan Tuhanmu, Tuhan semesta alam tiada luput bahkan sebesar debu, tuk semua kesungguhan dan pengorbananmu. #ibu

Kamis, 04 September 2014

Menimbang Keputusan

source: exploringthemind.com
Sekitar 2 bulanan ini ku rasakan betapa diriku masih terlampau bodoh akan berbagai macam hal. Diantara kebodohan tersebut adalah mengenai sejauh apa aku berusaha cermat dalam mengambil keputusan. Terasa benar bahwa dua sisi itu belum sepenuhnya berpadu dengan kontrol nilai yang benar. Yakni soal pertimbangan rasional dan emosional.
Pertama soal rasional. Adalah pertimbangan logis yang selama ini kupakai dalam mengambil sebuah keputusan. Tentu saja logikaku jelas penuh dengan keterbatasan. Tentu saja kenyataan hidup ini tak selalu mampu dijangkau dengan logika. Sebab di luar hal yang pernah kujumpai tentu ada berbagai kenyataan yang tak logis dalam kehidupan.
Kedua soal emosiona. Inilah diantara hal yang begitu dinamis. geraknya tak menentu. Maka pada wilayah ini terkadang membuatku tertutup atas obyektfitas berpikir. Wilayah emosional ini sungguh perlu diwaspadai. Sebab terasa benar bahwa pernah kuambil satu keputusan karena faktor emosional, kemudian mengundang sesal. 
Selanjutnya perlahan ku mencoba sedikit demi sedikit menata arah dalam menentukan keputusan. Bahwa setiap keputusan yang diambil itu memiliki resiko, maka kesiapan dalam menerima resiko itu jelas sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Oleh karena itulah aku harus banyak belajar tentang "How to make a decision." Dibalik keputusan yang akan diambil selipkanlah tanya "Apakah keputusan ini akan mendatangkan ridho dari Tuhanku?"

Rabu, 18 Desember 2013

Musik dan Lirik

source: myscreen.com
Sudah beberapa kali saya berpikir tentang isi lirik lagu yang tampak ngetop di blantika musik Indonesia. Entah mengapa ketika saya coba mengutak-atik maknanya terasa aneh benar. Dalam keyakinan yang saya anut Islam, masih terdapat perbedaan pendapat mengenai musik. Ada ulama yang berpendapat masih diperbolehkan, ada yang berpendapat bahwa hal itu dilarang. Maka haruslah kita benar-benar selektif jika hendak mendengar lagu bahkan menghafalnya.
Entah berapa banyak orang saat ini mau bersikap kritis terhadap beragam hal yang sedang digandrungi oleh anak muda. Salah satunya tentang musik. Tak bisa dipungkiri bahwa ketika kita membaca berbagai artikel tentang musik akan kita temukan beberapa jenis musik yang menebar ideology tertentu. Kita sebut salah satunya musik punk. Mendengar namanya asumsi kita akan terbawa pada suasana anak jalanan dengan rambut di buat jabrik ke atas. Mirip punuk onta. Aksesorisnya lengkap dari gelang, kalung, rantai dsb. Sampai dengan baju bertambal-tambalan dan kebanyakan tampak kumuh, entah mereka setiap hari mandi atau tidak. Dan punk ini sepertinya tak banyak orang mengenal, sebab mereka membawa ideology anti kemapanan, anti kapitalisme, dan musik komunitas. Beda dengan musik pop.
Kita mengenal musik pop sebagai music populer. Begitu sering diputar di radio dan nongol di TV, lagunya jadi trend. Baik itu orang dewasa, anak-anak bahkan orang tua begitu banyak dikenal. Ngetop tak berarti semua baik. Masih segar dalam ingatan kita seorang vokalis grup band dibui sebab video mesumnya beredar. Dia ngetop tapi apakah semacam itu baik? So? Bolehlah kiranya kita mengkritisi lagu-lagu yang disebut ngetop di sekitar kita.
apabila aku mati, ku kan berdoa pada Ilahi…..
Penggalan lirik tersebut rasanya tak begitu asing. Bahkan ia populer. Konon katanya beberapa orang personel grupnya pernah nyantri di Pondok Pesantren. Dianggaplah grup band ini religius. Namun asumsi kebanyakan orang tak sepenuhnya bisa disebut benar dan baik. Kita tak akan lupa bahwa grup tersebut pernah merilis lagu dengan lirik tak layak disiarkan. Berisi umpatan kasar yang ternyata bagi anak-anak hal tersebut tampak menarik. Pada akhirnya kata baji**an diganti menjadi cacingan. Aneh.