Senin, 02 Desember 2013

Mengapa TPA?


Tidak bisa dipugkiri bahwa setiap orang pasti punya kesan dimasa kecilnya. Entah sedikit atau banyak, pasti ada hal yang begitu berkesan. Kesan masa kecil ini boleh jadi akan terus membekas di kemudian hari. Maka sungguh menarik ungkapan “belajar di waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua, bagaikan mengukir di atas air.”

Berdasarkan sensus penduduk 2010 penduduk Indonesia berumur 5-14 Tahun jumlahnya hampir mencapai 46 juta jiwa (45.924.561). Dari jumlah tersebut terdapat 86,33% yang beragama Islam. Jika dihitung persentasenya dari jumlah total penduduk Indonesia maka terdapat 16,68% penduduk berumur 5-14 tahun yang beragama Islam. Apa artinya?

Dipandang dengan penuh rasa optimis angka tersebut menunjukkan bahwa aset kebangkitan umat bagi bangsa ini begitu besar. Mari kita bayangkan bahwa dari jumlah yang hampir 40 juta jiwa itu (penduduk berumur 5-14 tahun beragama islam) ada 1% saja yang benar-benar menjadi muslim yang tangguh. Lurus aqidahnya, benar ibadahnya, baik akhlaknya dan berguna bagi sesama manusia. 

Boleh jadi aka nada orang berkata “mimpi kali ya?” Ya! Bukankah semua bermula dari mimpi? Kemudian kerja keras kita jalani beriring dengan doa dan tawakal kita kepada-Nya. Kemudian apa jalan terjal yang ditempuh ini tak lebih dari upaya menyambut janji-Nya “nashrumminallohi wa fathun qariib…” Maka adakah kita mau ikut mengambil kesempatan ini?

Anak-anak merindukan sosok yang bisa dijadikan sebagai teladan. Di samping pengaruh yang besar dari lingkungan keluarga tempat dimana segala nilai ditanam pertama. Lingkungan sekitar tentu memiliki peran yang cukup berarti. Di desa-desa sampai di berbagai penjuru kota, mari kita lihat kenyataannya. Seberapa banyak masjid yang dimakmurkan dengan kegiatan bagi para pemuda, juga anak-anak yang mulai beranjak dewasa? Atau masjid hanya terisi oleh orang tua saja, itupun terbatas pada jam sholat 5 waktu. Dan jumlahnya adakah sebagian besar selalu terisi satu shaf penuh? 
Pertanyaan itu semoga menjadi awalan bagi kita untuk mulai berpikir untuk lebih banyak berbuat. Saat ini bangsa Indonesia masih tetap dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Aset kita begitu besar. Relakah kita ia tersisih begitu saja, teronggok di pojok sejarah sebagai sampah zaman?

Tidak ada komentar: