Jumat, 13 September 2013

Anak-anak (di) Facebook


Betapa saya terhentak siang ini. Zaman sudah terlampau jauh berubah. Ada begitu banyak perkembangan yang seringkali tidak saya ketahui. Kenyeataan ini sungguh menghadirkan beragam tanya. Salah satu pertanyaan sederhana yang saya ajukan adalah: “Kalau sekarang seperti ini, 10-20 tahun lagi seperti apa?”
Pertanyaan ini menjadi bagian dari keresahan saya kala membuka beranda facebook saya. Sebenarnya tak jarang saya merasa resah saat mengamati lika-liku di dunia maya. Hanya saja kali ini sungguh sangat berbeda. Biasanya satu diantara hal yang membuat saya merasa kesal adalah ungkapan “cinta monyet” dari adik-adik yang masih duduk di bangku SMP. (SMP sudah punya facebook? à yang benar saja, 10 tahun yang lalu pengguna email saja masih sangat sedikit seukuran usia SMP)
Yah, tapi inilah kenyataan hari ini. Ia tak bias dipungkiri dan tak akan berubah hanya dengan berdiam diri. Ia semakin keruh saat lebih banyak orang menggerutui dan mencaci maki, ini sama sekali tidak memberikan solusi. Lalu sebaiknya bagaimana? Apa yang harus kita lakukan?
Source: ictwatch.com
Baiklah, ijinkan saya sampaikan satu keresahan baru saya hari ini (13/09/2013). Di Facebook, saya telah mengkonfirmasi pertemanan dengan beberapa orang yang masih berumur “teenager” (lebih tepat dibaca anak SD). Alasannya sederhana saja, dengan konfirmasi pertemanan ini saya berharap bisa mengetahui perkembangan mereka di dunia maya. Perkembangan anak-anak ini menurut saya menarik untuk diketahui, sebab toh jika berumur panjang kelak juga saya akan menjadi orangtua, insyaAlloh. Mempelajari perkembangan anak, sekaligus mengasah kepekaan kita terhadap dunia anak beserta dinamikanya. Sehingga sedikit banyak ini akan menjadi modal kelak ketika hidup berumah tangga.
Salah seorang “teenager” (selanjutnya dibaca Anak SD), siang ini saya temukan update status soal cinta-cintaan. Dan buat saya ini sungguh sangat mengkahwatirkan. 12 tahun yang lalu, teenager kebanyakan mengungkapkan cinta monyetnya sangat halus dan rahasia. Setau saya sih, baru sekedar merasa tersipu malu (ini seolah menjadi dasar teman-temannya untuk membuktikan ada rasa suka antara si A dan si B) saat “dipacokake” (semacam dijodoh-jodohkan).
Kenyataannya sekarang jauh berbeda. Facebook, bagi anak-anak itu kok ada oknum yang menjadikannya tempat curhat tentang cinta. Meski hanya sebaris kata. Kalau menjadi terbiasa dan rutin, apa jadinya? Mari kita lakukan sebuah upaya solutif untuk menyikapi fenomena ini. Mereka adalah aset bangsa. Saat mereka dewasa, mereka pun akan tampil secara langsung maupun tidak langsung di hadapan anak-anak kita. Patutkah sekarang kita hanya berdiam diri saja kepada adik-adik kita?

Tidak ada komentar: