Minggu, 28 September 2014

Empat Tahun Pasca Putih Abu-Abu

 Kuposting kembali, tulisan dari catatan Facebook, 3 tahun yang lalu.

Source: Mypict

Beberapa saat di hari ini kembali kurasakan suatu hal yang dulu pernah terjadi dan kini terulang lagi. Gundah bukanlah suatu hal yang indah, tapi ia muncul dari jiwa yang resah, meski kadang pada raut wajah tak ada tanda sedang gelisah. Sahabatku semua, sedikit tulisan ini kusampaikan kepadamu bahwa semoga hal ini tidak juga kalian alami. Semoga ini hanya sejenak lewat yang esok kan berganti,  tak hanya menjadi semangat yang berapi-api namun sebuah langkah pasti untuk mewujudkan mimpi.

Kalian dan aku telah lama berjalan bersama dalam sebuah medan laga. Dan secara pribadi diriku dengan segala keterbatasan ini telah banyak mendapat pelajaran dan hikmah dari kalian semua. Bagiku kalian adalah kumpulan sosok manusia yang turut menggoreskan tinta pada lembaran hidupku.  Hingga saat ini jika kuputar kembali memori di masa putih abu-abu, ada banyak hal yang membuatku malu, namun ada pula yang membuatku terharu.

Tujuh tahun yang lalu kita bersama menuntut ilmu. Di satu sekolah yang berada tepat di sebelah timur lapangan Karangwaru. Dan tentu kita masih ingat bahwa ada satu wadah yang membuat kita banyak belajar bukan dari masalah akademis. Yah, dari Rohis! Kita dilatih untuk selalu bergerak dinamis dan melangkah dengan optimis. Meski ada yang menyebut seolah tampak seperti ekstrimis tapi opini seperti itu dapat kita tepis. Karna senyuman manis sering kita sampaikan kepada teman kita, guru, dan seluruh lingkungan sekolah kita. Ini adalah sebuah realita.

Dari sejarah di masa lalu kiranya tak pantas jika hanya kita simpan dalam kenangan. Ia menjadi sesuatu yang tak berarti jika hanya disimpan dalam hati. Ia akan menjadi narasi yang abadi ketika ia diwarisi oleh setiap generasi. Generasi Robbani yang berjalan dengan wahyu Ilahi, penerus perjuangan para nabi.
Saat berada pada masa pertengahan, saat itu pula banyak hal besar yang telah kita kerjakan. Tak terbatas pada satu entitas tapi kita bekerja melayani satu komunitas yang luas. Dan dari berbagi macam hal yang telah kita kerjakan di sana ada banya proses yang mendewasakan. Perlahan sifat kekanak-kanakan mulai kita tinggalkan, besarnya ego kita singkirkan, beragam perbedaan kita rangkum dalam sebuah kebersamaan. Begitu indah bukan?

Saat tiba di penghujung masa belajar, masih juga kita menjadi sosok yang berbeda. Pekerjaan besar yang telah diwariskan, tidak begitu saja ditinggalkan. Kita tetap berjuang dengan cara yang berbeda dan berusaha melangkah sekuat tenaga. Pada akhirnya sampai digaris finish, kita dapat tersenyum lega bahwa semua berkahir dengan manis. Semua berucap syukur, dan satu yang kuingat saat seorang teman kita, yang saat itu adalah mantan panglima kembali melantunkan gema perjuangan yang telah terpatri dalam hati:
  “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Demikian sahabatku sedikit hal yang ingin kubagikan kepadamu. Semoga semua itu tidak hanya menjadi kenangan indah di masa lalu. Dan semoga perjuangan itu takkan beku seiring bejalanya waktu. Tidak begitu saja terputus, hingga nafas berhenti berhembus.


21 Sya’ban 1432H/23 Juli 2011

Tidak ada komentar: