Tak jarang dalam perjalanan aku
sesat larut dalam sebuah perenungan. Mungkin karena hanya sesaat ia tak begitu
melekat. Mudah lenyap hilang tak berbekas. Dalam perenungan singkat itu pula
tak jarang ada butiran air jatuh dari pelupuk mataku. Entah mengapa, kurasakan
bahwa setiap perjalanan adalah salah satu waktu yang berharga untuk menyemai
makna dibalik peristiwa.
Melihat fenomena jalanan
menghadirkan kesan tersendiri buatku. Cara ini sedang kuusahakan menjadi bagian
penting dalam prosesku untuk berpikir jernih. Merenungi setiap perjalanan dan
mencoba mengais makna yang terkandung di dalamnya. Perenungan ini semoga
menjadi sarana introspeksi agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Namun akhir-akhir ini betapa berbedanya. Di perjalanan
aku mulai jarang merenungi suatu hal. Biasanya ketika bersepeda motor aku
berpikir suatu hal kemudian sejenak kurenungkan. Tapi akhir-akhir ini sungguh
berbeda. Apa karena lelahnya badan? Ah, kurasa bukan.
Melalui tulisan inilah kesadaran
akan hilangnya perenungan di perejalanan itu terasa. Di samping itu ada satu
hal yang benar-benar terasa hilang pada diriku, yakni air mataku yang mengering
pada setiap kesalahanku. Ketika aku tau bahwa diriku bersalah, ia hanya menjadi
sekedar pemberitahuan saja. Belum terasa kesadaran untuk berbenah. Ingin berubah
namun usaha masih payah.
souce: eramuslim.com |
Di bulan Ramadhan ini kurindukan
air mata mengalir di wajahku. Air mata yang dengannya aku berharap dapat
menghapus dosa-dosa yang jumlahnya tak terkira. Air mata sebagai penggugah jiwa
yang alpa. Air mata para hamba yang merindukan surga dan takut akan neraka. Air
mata insan lemah tak berdaya tanpa pertolongan Tuhannya. Tangis yang hilang
mari kembali pulang. Tak jemu kutunggu dirimu datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar