Senin, 15 Juli 2013

Tangisan yang Hilang

Tak jarang dalam perjalanan aku sesat larut dalam sebuah perenungan. Mungkin karena hanya sesaat ia tak begitu melekat. Mudah lenyap hilang tak berbekas. Dalam perenungan singkat itu pula tak jarang ada butiran air jatuh dari pelupuk mataku. Entah mengapa, kurasakan bahwa setiap perjalanan adalah salah satu waktu yang berharga untuk menyemai makna dibalik peristiwa.
Melihat fenomena jalanan menghadirkan kesan tersendiri buatku. Cara ini sedang kuusahakan menjadi bagian penting dalam prosesku untuk berpikir jernih. Merenungi setiap perjalanan dan mencoba mengais makna yang terkandung di dalamnya. Perenungan ini semoga menjadi sarana introspeksi agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
 Namun akhir-akhir ini betapa berbedanya. Di perjalanan aku mulai jarang merenungi suatu hal. Biasanya ketika bersepeda motor aku berpikir suatu hal kemudian sejenak kurenungkan. Tapi akhir-akhir ini sungguh berbeda. Apa karena lelahnya badan? Ah, kurasa bukan.
Melalui tulisan inilah kesadaran akan hilangnya perenungan di perejalanan itu terasa. Di samping itu ada satu hal yang benar-benar terasa hilang pada diriku, yakni air mataku yang mengering pada setiap kesalahanku. Ketika aku tau bahwa diriku bersalah, ia hanya menjadi sekedar pemberitahuan saja. Belum terasa kesadaran untuk berbenah. Ingin berubah namun usaha masih payah.

souce: eramuslim.com
Di bulan Ramadhan ini kurindukan air mata mengalir di wajahku. Air mata yang dengannya aku berharap dapat menghapus dosa-dosa yang jumlahnya tak terkira. Air mata sebagai penggugah jiwa yang alpa. Air mata para hamba yang merindukan surga dan takut akan neraka. Air mata insan lemah tak berdaya tanpa pertolongan Tuhannya. Tangis yang hilang mari kembali pulang. Tak jemu kutunggu dirimu datang.  

Tidak ada komentar: